Strategi Pendekatan
kebutuhan Pokok
Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang harus benar - benar dipenuhi, seperti sandang, pangan, dan papan.
Dalam
hal pembangunan Indonesia masih sangat rendah terutama pada sektor pemenuhan
kebutuhan pokok, Indonesia masih jauh dari kata terpenuhi. Masih banyak masyarakat
Indonesia yang kebutuhan pokoknya belum terpenuhi.
Maka
dari itu dilakukan suatu strategi untuk menanggulanginya, yaitu strategi
pendekatan kebutuhan pokok. Sasaran
dalam strategi ini adalah menanggulangi kemiskinan secara masal. Menghapus kemiskinan
di indonesia mungkin hal yang sangat sulit untuk diwujudkan tapi setidaknya
mengurangi kemiskinan dapat diupayakan. Penanggulangan kemiskinan bisa
diupayakan dengan cara – cara berikut antara lain:
1. Kurangi
korupsi, mengurangi korupsi mungkin lebih mudah daripada memberantas korupsi
secara keseluruhan. Setidaknya dengan berkurangnya korupsi dapat membantu
menanggulangi kemiskinan.
2. Percayakan
produk lokal dan kalo bisa dinomorsatukan, mempercayai dan menggunakan produk lokal
atau dalam negeri lebih baik daripada menggunakan produk luar karena dapat
membantu Negara ini sendiri agar semakin berkembang.
3. Tingkatkan
mutu barang, meningkatkan mutu atau kualitas dari suatu barang itu sangat
penting, karena kualitas menentukan kepercayaan konsumen terhadap suatu barang.
4. Maksimalkan
pendidikan dan keterampilan, meningkatkan dan memaksimalkan pendidikan bagi
masyarakat, serta mengajarkan keterampilan bagi masyarakat luas dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang unggul sehingga dapat menciptakan
lapangan pekerjaan sendiri.
5. Jujur,
sikap jujur merupakan suatu pondasi untuk memiliki hidup yang lebih baik. Jujur harus ditanamkan kepada semua orang agar
tidak terjadi hal yang dapat merugikan Negara seperti korupsi.
6. Gigih,
untuk menanggulangi kemiskinan kita harus melakukannya dengan bersungguh-sungguh
agar tercapai yang kita harapkan.
Usaha
Strategi selanjutnya dikembangkan oleh Organisasi Perburuhan Sedunia (ILO) yang
menekankan bahwa kebutuhan pokok manusia tidak mungkin dapat dipenuhi jika
pendapatan masih rendah akibat kemiskinan yang bersumber pada pengangguran.
Oleh karena itu sebaiknya usaha-usaha lebih diarahkan pada penciptaan lapangan
pekerjaan bagi pengangguran, peningkatan pemenuhan kebutuhan pokok, pemberdayaan
sumber daya manusia, distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata dan
sejenisnya.
Tujuan
pemenuhan kebutuhan pokok untuk mengamanatkan bahwa di antara implikasi dan
konsekuensi logis dari doktrin ukhuwah adalah sumber daya nikmat yang ada harus
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pokok semua individu sehingga setiap
orang mendapatkan standar hidup yang manusiawi, layak dan terhormat sesuai
dengan martabat manusia.
Strategi
kebutuhan pokok
PENDEKATAN kebutuhan pokok (pendekatan K - P) untuk pembangunan menarik perhatian kalangan pejabat pemerintah, di samping kalangan yang sejak lama bersikap kritis terhadap pola pembangunan yang berlangsung hingga kini. Pembangunan sekarang terutama dikritik karena pembagian hasilnya ternyata kurang merata. Artinya, lebih menguntungkan golongan yang berpendapatan tinggi dan lebih menguntungkan penduduk kota. Pendekatan kebutuhan pokok disambut baik oleh masyarakat dan kalangan luas, sewaktu gagasan ini secara resmi diajukan pada Konperensi Kesempatan Kerja Dunia yang diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) di tahun 1976. Namun di pihak lain banyak juga kritik di lontarkan oleh masyarakat terhadap gagasan ini. Suatu kritik yang sering di lontarkan terhadap pendekatan K - P adalah bahwa pendekatan ini hanya mengutamakan konsumsi dan bukan investasi. Karena itu menghambat pertumbuhan ekonomi. Di katakan pula bahwa pendekatan K - P pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan 'negara kesejahteraan' welfare state di negara berkembang, yang terbatas kemampuan dan persediaan sumber dayanya. Berarti Realokasi Pendekatan K - P memang sangat menekankan pemenuhan kebutuhan pokok seluruh penduduk dalam kurun waktu yang relatif singkat, yaitu satu generasi. Karenanya ia berbeda dari model pertumbuhan kapitalis maupun Marxis. Keduanya mengutamakan investasi dan pertumbuhan ekonomi melalui ditekannya tingkat konsumsi. Kesan bahwa pendekatan K - P tidak mementingkan pertumbuhan ekonomi kadang juga timbul karena ucapan beberapa penganutnya, seolah-olah pemenuhan kebutuhan pokok dapat tercapai melulu melalui redistribusi pendapatan dan kekayaan yang ada. Seolah-olah tanpa memerlukan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun keliru sekali jika orang mengira bahwa pendekatan K - P merupakan model pembangunan yang pada dasarnya bersifat 'anti-pertumbuhan ekonomi'. Pertumbuhan ekonomi yang pesat justru sangat diperlukan untuk peningkatan produksi barang dan jasa kebutuhan pokok. Diharapkan, bahwa dengan produksi barang dan jasa kebutuhan pokok yang terus-menerus meningkat, kemiskinan absolut (dalam arti kata terdapatnya sebagian penduduk hidup di bawah garis kemiskinan tertentu) dapat dihapuskan. Di samping itu juga akan terhapus kemiskinan relatif, yaitu ketimpangan dalam pembagian kekayaan dan pendapatan antar golongan. Dengan demikian maka pelaksanaan strategi K - P bukan berarti mengabaikan pertumbuhan ekonomi dan mengutamakan redistribusi kekayaan dan pendapatan, tetapi reorientasi arah dan pola pertumbuhan ekonomi ke peningkatan produksi dan distribusi barang dan jasa kebutuhan pokok. Hal ini tentu berarti pula realokasi sebagian besar (bukan semua) sumber daya produktif. Artinya, prioritas tak lagi pada proyek investasi yang padat modal di sektor modern, yang sangat ditekankan dalam strategi pertumbuhan ekonomi yang konvensionil. Alokasi lebih diarahkan ke sektor penghasil barang dan jasa kebutuhan pokok yang lebih padat karya dan lebih menghemat dalam pemakaian modal. Pilihan Teknologi Kritik lain yang berkaitan dengan kritik pertama adalah bahwa strategi K - P hanya "mengekalkan" keterbelakangan ekonomi. Strategi itu dianggap mengutamakan produksi barang konsumsi, dan bukan barang modal. Juga dianggap mengutamakan penggunaan teknologi padat karya yang dianggap usang dan bukan teknologi modern yang padat modal. Strategi K - P memang menekankan produksi serta distribusi barang konsumsi dan jasa kebutuhan pokok. Namun komposisi barang konsumsi dan barang modal yang dihasilkan begitu pula teknik produksi yang digunakan di sesuatu negara, akan tergantung pada kondisi khas yang terdapat di negara itu. Karena ini lebih tepat untuk mengatakan bahwa strategi K - P mengutamakan teknologi yang "patut" (appropriate teknologi). Atau, dalam kata - kata Prof. Hans Singer dari Sussex, 'teknologi yang secara rangkap dianggap patut' (doubly appropriate technology). Artinya teknologi baru, yang disesuaikan dengan kondisi khas di sesuatu negara dan yang menunjang pelaksanaan strategi K - P. Dengan begitu strategi K- P tidak berarti penggantian menyeluruh teknologi padat - modal dengan teknologi padat karya. Di suatu negara berkembang mungkin ada kondisi, yang menyebabkan penggunaan beberapa teknologi padat modal bagaimanapun juga lebih efisien daripada teknologi padat karya. Dengan demikian yang diarah ialah kombinasi optimum dari teknologi padat modal dan padat karya. Ini akan ditentukan pula oleh pertimbangan efisiensi dan keuntungannya bagi masyarakat - syarat yang sudah semestinya digunakan sebagai ukuran dalam penentuan investasi. Dengan pendekatan yang selektif ini maka teknologi padat-karya diutamakan di setiap bidang, diharapkan dalam hal penggunaannya efisien dan menguntungkan masyarakat, sehingga terciptalah pembangunan yang merata.
PENDEKATAN kebutuhan pokok (pendekatan K - P) untuk pembangunan menarik perhatian kalangan pejabat pemerintah, di samping kalangan yang sejak lama bersikap kritis terhadap pola pembangunan yang berlangsung hingga kini. Pembangunan sekarang terutama dikritik karena pembagian hasilnya ternyata kurang merata. Artinya, lebih menguntungkan golongan yang berpendapatan tinggi dan lebih menguntungkan penduduk kota. Pendekatan kebutuhan pokok disambut baik oleh masyarakat dan kalangan luas, sewaktu gagasan ini secara resmi diajukan pada Konperensi Kesempatan Kerja Dunia yang diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) di tahun 1976. Namun di pihak lain banyak juga kritik di lontarkan oleh masyarakat terhadap gagasan ini. Suatu kritik yang sering di lontarkan terhadap pendekatan K - P adalah bahwa pendekatan ini hanya mengutamakan konsumsi dan bukan investasi. Karena itu menghambat pertumbuhan ekonomi. Di katakan pula bahwa pendekatan K - P pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan 'negara kesejahteraan' welfare state di negara berkembang, yang terbatas kemampuan dan persediaan sumber dayanya. Berarti Realokasi Pendekatan K - P memang sangat menekankan pemenuhan kebutuhan pokok seluruh penduduk dalam kurun waktu yang relatif singkat, yaitu satu generasi. Karenanya ia berbeda dari model pertumbuhan kapitalis maupun Marxis. Keduanya mengutamakan investasi dan pertumbuhan ekonomi melalui ditekannya tingkat konsumsi. Kesan bahwa pendekatan K - P tidak mementingkan pertumbuhan ekonomi kadang juga timbul karena ucapan beberapa penganutnya, seolah-olah pemenuhan kebutuhan pokok dapat tercapai melulu melalui redistribusi pendapatan dan kekayaan yang ada. Seolah-olah tanpa memerlukan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun keliru sekali jika orang mengira bahwa pendekatan K - P merupakan model pembangunan yang pada dasarnya bersifat 'anti-pertumbuhan ekonomi'. Pertumbuhan ekonomi yang pesat justru sangat diperlukan untuk peningkatan produksi barang dan jasa kebutuhan pokok. Diharapkan, bahwa dengan produksi barang dan jasa kebutuhan pokok yang terus-menerus meningkat, kemiskinan absolut (dalam arti kata terdapatnya sebagian penduduk hidup di bawah garis kemiskinan tertentu) dapat dihapuskan. Di samping itu juga akan terhapus kemiskinan relatif, yaitu ketimpangan dalam pembagian kekayaan dan pendapatan antar golongan. Dengan demikian maka pelaksanaan strategi K - P bukan berarti mengabaikan pertumbuhan ekonomi dan mengutamakan redistribusi kekayaan dan pendapatan, tetapi reorientasi arah dan pola pertumbuhan ekonomi ke peningkatan produksi dan distribusi barang dan jasa kebutuhan pokok. Hal ini tentu berarti pula realokasi sebagian besar (bukan semua) sumber daya produktif. Artinya, prioritas tak lagi pada proyek investasi yang padat modal di sektor modern, yang sangat ditekankan dalam strategi pertumbuhan ekonomi yang konvensionil. Alokasi lebih diarahkan ke sektor penghasil barang dan jasa kebutuhan pokok yang lebih padat karya dan lebih menghemat dalam pemakaian modal. Pilihan Teknologi Kritik lain yang berkaitan dengan kritik pertama adalah bahwa strategi K - P hanya "mengekalkan" keterbelakangan ekonomi. Strategi itu dianggap mengutamakan produksi barang konsumsi, dan bukan barang modal. Juga dianggap mengutamakan penggunaan teknologi padat karya yang dianggap usang dan bukan teknologi modern yang padat modal. Strategi K - P memang menekankan produksi serta distribusi barang konsumsi dan jasa kebutuhan pokok. Namun komposisi barang konsumsi dan barang modal yang dihasilkan begitu pula teknik produksi yang digunakan di sesuatu negara, akan tergantung pada kondisi khas yang terdapat di negara itu. Karena ini lebih tepat untuk mengatakan bahwa strategi K - P mengutamakan teknologi yang "patut" (appropriate teknologi). Atau, dalam kata - kata Prof. Hans Singer dari Sussex, 'teknologi yang secara rangkap dianggap patut' (doubly appropriate technology). Artinya teknologi baru, yang disesuaikan dengan kondisi khas di sesuatu negara dan yang menunjang pelaksanaan strategi K - P. Dengan begitu strategi K- P tidak berarti penggantian menyeluruh teknologi padat - modal dengan teknologi padat karya. Di suatu negara berkembang mungkin ada kondisi, yang menyebabkan penggunaan beberapa teknologi padat modal bagaimanapun juga lebih efisien daripada teknologi padat karya. Dengan demikian yang diarah ialah kombinasi optimum dari teknologi padat modal dan padat karya. Ini akan ditentukan pula oleh pertimbangan efisiensi dan keuntungannya bagi masyarakat - syarat yang sudah semestinya digunakan sebagai ukuran dalam penentuan investasi. Dengan pendekatan yang selektif ini maka teknologi padat-karya diutamakan di setiap bidang, diharapkan dalam hal penggunaannya efisien dan menguntungkan masyarakat, sehingga terciptalah pembangunan yang merata.